Senin, 22 November 2010

LATENT SOCIAL PROBLEM

Talking about Latent Social Problem, the First of all, we have to know the meaning at least three words, those are the meaning of problem, social problem and latent social problem itself. Problem has meaning a situation, matter, or person that presents perplexity or difficulty, a question to be considered, solved, or answered, something that is hoped but it does not come true. Social problem is a condition that at least some people in a community view as being undesirable condition, a problem with has correlation with society. Generally, certain behavior is considered a social problem when substantial parts of the society or an influential part of the society think that such behavior is unhealthy and against the values and norms of society’s life. In furtherance, society or the relevant group concurs to change or rectify such situation.
Based on the above definition, social problems are subjective in nature and differ according to conditions, locations and times. An occurrence that was considered as a social problem at one time may not considered a problem during another time. As an example, prostitution is considered as a social problem that is taken seriously by society in Malaysia. Those caught for or involved in prostitution will be punished under the relevant rules. However, in Thailand, similar activities are considered as economic activities that spur the growth of the nation. Therefore, those involved in such activities will not be detained unlike in Malaysia. This situation is becoming a problem to the country from the aspect of providing various facilities such as housing, pension scheme, medical facilities, transportation and shelter. Without adequate preparation, the deficiencies and lack of services and facilities expected by older persons will cause various problems. Therefore, today’s society has classified issues on older persons as part of the social problems that need to be resolved.
Other than time and location, social problems are also relative to definitions. As an example, geologists see air and water pollutions as a serious social problem that need to be given appropriate attention before it is too late. For manufacturers and industrialists, the same issue is seen as a profitability issue. The more black smoke and waste material generated, the more is their profit margin. The same could be said to landlords in squatter areas. To the landlords, the environment and conditions of the house is not a problem as the monthly rental income is more important. Local Government and authorities consider the condition as a breeding place for all kinds of social problems. Without proper drainage, sanitation and clean water, it is a contributory factor to various diseases and social problems to the society.

Based on the above deliberation, there are two perceptions regarding social problems. The first is of the view that social problems is an objective issue such as murders, abuses and drugs abuse. The second perception looks at social problems as a subjective issue, this view will take into consideration location, who and when it was discussed.
On this matter, Robert Merton had classified social problems into two segments. He made distinction between manifest social problems and latent social problems. Merton defines manifest social problems as social problems that are objective in nature and society as a whole is aware and knew the danger and effects of the problem. Examples of manifest social problems are robberies, drug addiction, murders, abuses and kidnapping.
Latent social problems are social problems that are objective in nature yet society has not considered the matter as a social problem because it is not against the value, culture and the norms of the particular society. Suitable examples are illegal loggings in forest reserves, weight cheating by traders and oil spill in our water from tankers owned by the world oil giants. Despite these problems are against the values and norms of the societies involved, it is not seen as a social problem. Not all issues that cause adverse effects on the society will be labeled as social problems. There are various occurrences that are beyond the power and control of humans such as famine caused by whether conditions, floods and earthquakes. These problems are not considered social problems but as a fate from the Almighty. There are also problems caused by changes in the human bodies and personalities. Wandering mentally sick people often caused various problems in a society; however, actions are rarely taken to resolve the problem as the society feels that such behavior by a mentally-ill person is normal.
There are many kinds of the examples of latent social problem. The examples are poverty, crime, free sex, drugs and so on. What should we do to solve the problems? We should find the solution of solving the problems. To tell the truth, there are kind of solutions in solving the latent social problem, such as we must have the great more knowledge of our religion, learning our cultures more; however, the greatest solution to solve the problem is to hold COMPREHENSIVE EDUCATION. Comprehensive has meaning so large in scope or content as to include much or marked by or showing extensive understanding: comprehensive knowledge. The meaning of comprehensive education is a system of education which the content of its education is larger as well as the education is held with great methods

DAFTAR PUSTAKA

• http://isbdhilmanurulhaque.blogspot.com/2010/06/manifest-social-problem-masalah-yang.html

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK EKOPOLHUKSOS-PSIKOL

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU
Individu berasal dari kata in dan devided. Dalam Bahasa Inggris in salah satunya mengandung pengertian tidak, sedangkan devided artinya terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi, atau satu kesatuan. Dalam bahasa latin individu berasal dari kata individium yang berarti yang tak terbagi, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan tak terbatas.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, dan unsur raga dan jiwanya yang menyatu dalam dirinya. Meskipun memiliki unsur yang sama, namun manusia memiliki keunikan dan ciri khas yang berbeda. Seorang individu adalah perpaduan antara faktor fenotip dan genotip. Faktor genotip adalah faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa individu sejak lahir. Kalau seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial, merujuk pada lingkungan di mana seorang individu melakukan interaksi sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman, dan kelompok sosial yang lebih besar.
Karakteristik yang khas dari seeorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan genotip)dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.
Menurut Nursid Sumaatmadja (2000), kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi bio-psiko-fiskal (fisik dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang.

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL

Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga manusia diberikan akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia.
Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.
Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena beberapa alasan, yaitu:
a)Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b)Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.
c)Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
d)Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK EKONOMI

Setiap kebutuhan menuntut pemenuhan. Kita akan berusaha memenuhi semua kebutuhan kita. Namun, dalam memenuhi kebutuhan itu. Kita harus memerhatikan kemampuan kita, misalnya, kita di beri uang jajan per bulan sudah di target oleh orang tua, agar uang tersebut cukup untuk satu bulan kita harus dapat mengaturnya sehingga tidak habis sebelum waktunya. Di sisi lain, jika kita punya banyak uang, belum tentu apa yang kita butuhkan tersedia di pasaran. Misalnya, jumlah penduduk Indonesia sangat banyak. Sebagian besar menggunakan minyak tanah untuk keperluan rumah tangga. Ingat bahwa minyak tanah merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Artinya, pada suatu saat, minyak tanah akan habis. Walaupun kita punya uang untuk membeli, tapi di pasaran tidak ada minyak tanah. Kebutuhan kita akan minyak tanah tidak terpenuhi. Kita harus mencari alternatif bahan bakar lainnya. Oleh sebab itu, kita harus bijaksana dalam memenuhi kebutuhan.
Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan berbagai kegiatan. Kegiatan manusia dalam memenuhi atau memuaskan kebutuhannya harus sesuai dengan kemampuannya. Kegiatan inilah yang menunjukkan kedudukan manusia sebagai makhluk ekonomi (homo economicus). Sebagai makhluk ekonomi yang bermoral, manusia berusaha memilih dan menggunakan sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhannya dengan memerhatikan nilai-nilai agama dan norma-norma sosial, tidak merugikan orang lain, menggunakan sumber daya alam secara selektif, serta memerhatikan kelestarian lingkungan.
1.Tindakan Ekonomi dalam Kegiatan Sehari-hari
Setiap kegiatan yang dilakukan, perorangan atau kelompok, masing-masing memiliki alasan atau motif tertentu dengan prinsip tertentu pula. Misalnya, saya diberi uang oleh orang tua. Digunakan untuk apa saja uang itu? Banyak pilihan penggunaan atau pengalokasian uang itu. saya dapat menggunakannya sesuai dengan kebutuhannya. Saya mungkin akan menggunakan uang itu untuk ongkos naik angkot ke sekolah, jajan, beli alat tulis, menabung, dan lainnya. Ketika saya memutuskan untuk menggunakan uangnya untuk membeli buku tulis, misalnya, tentunya dia mempunyai alasan tertentu. Misalnya, daripada jajan, lebih baik beli buku tulis karena buku tulisnya habis. Keputusannya untuk membeli buku ini adalah tindakan ekonomi. Penggunaan sumber daya secara optimal untuk memenuhi kebutuhan manusia merupakan tindakan ekonomi.
2.Motif Ekonomi
Mengapa kamu makan? Kamu makan karena kamu lapar. Karena lapar, kamu membutuhkan makanan. Kamu memutuskan untuk makan agar rasa laparmu terpuaskan. Dalam hal ini, lapar merupakan motif atau alasan atau dorongan mengapa kamu makan. Demikian juga dengan motif ekonomi. Dalam contoh di atas, saya memutuskan untuk menggunakan uangnya untuk membeli buku tulis karena buku tulis saya sudah habis. Buku tulis habis merupakan motif mengapa saya harus membeli buku tulis baru.
Biasanya seseorang atau kelompok memiliki alasan atau keinginan atau dorongan tertentu dalam setiap keputusan penggunaan sumber daya. Alasan atau dorongan atau keinginan seseorang atau kelompok dalam penggunaan sumber daya ini merupakan motif ekonomi. Banyak alasan atau motif yang mendorong seseorang atau sekelompok orang melakukan tindakan pengalokasian sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhannya. Bahkan, untuk sebuah kegiatan ekonomi yang sama, motif ekonomi seseorang dapat berbeda dengan motif orang lainnya. Misalnya, saya dan teman saya pergi ke toko buku. Kami sama-sama membeli buku tulis. Saya membeli buku tulis karena buku tulis saya habis. Teman saya membeli buku tulis untuk diberikan kepada adiknya. Berbeda motifnya, bukan?
Dari contoh di atas juga dapat kita lihat bahwa ada dua sumber motif, yaitu motif dari dalam dan motif dari luar diri manusia. Motif yang dimiliki saya adalah motif dari dalam diri saya, saya mau beli buku karena buku saya habis. Ini dikenal sebagai motif intrinsik. Berbeda dengan teman saya yang membeli buku untuk diberikan kepada adiknya. Ada faktor dari luar yang mendorong teman saya membeli buku tulis, yaitu kebutuhan adiknya. Ini disebut motif ekstrinsik. Jadi, apa saja motif ekonomi itu? Berbagai motif manusia melakukan tindakan ekonomi dapat dibedakan menjadi motif memperoleh keuntungan (laba), motif memperoleh penghargaan dari masyarakat, motif membantu sesama manusia, motif memperoleh kedudukan, dan motif menjamin masa depan.
a.Motif Memperoleh Keuntungan
Adakah diantara kalian yang ingin rugi? Pada umumnya, tidak ada seorang pun yang ingin rugi dalam hal apa pun. Seorang siswa akan belajar sungguh-sungguh agar naik kelas. Jika dia mendapat ranking pertama, dia akan diterima di sekolah favoritnya. Jika dia tinggal kelas, dia akan rugi waktu, orang tuanya juga harus membayar uang sekolah dua kali untuk kelas yang sama. Seorang pengusaha melakukan usahanya di berbagai bidang didorong oleh keinginan memperoleh keuntungan (laba). Pada umumnya kamu akan menjumpai berbagai tindakan ekonomi seseorang atau sekelompok orang pada berbagai kegiatan di rumah, di kantor, di kebun, di pabrik, di laut, di pasar, atau di tempat lain yang didorong oleh motif memperoleh keuntungan.
b.Motif Memenuhi Kebutuhan Sendiri
Setiap orang mempunyai kebutuhan. Kebutuhan itu harus dipenuhi. Dia akan melakukan berbagai usaha untuk memenuhi kebutuhannya itu. Misalnya, Siti adalah seorang ibu rumah tangga dengan dua orang anak yang masih kecil. Suami Siti adalah seorang pemulung. Penghasilan suaminya yang pas-pasan untuk makan mendorong Siti untuk mencari penghasilan tambahan. Siti kemudian bekerja sebagai pencuci pakaian di rumah orang. Dengan demikian, dia mendapat upah yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Tindakan ekonomi yang dilakukan oleh Siti, menjadi buruh cuci, didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
c.Motif Memperoleh Penghargaan Masyarakat
Setiap orang selalu berusaha meningkatkan prestasinya. Andi selama ini menjadi anak yang biasa-biasa saja di sekolahnya. Melihat Rudi, teman sekelasnya selalu menjadi juara kelas sejak mereka SD, Andi bertekad untuk menjadi juara kelas. Dia pun ingin dihargai seperti Rudi. Motif memperoleh penghargaan dari masyarakat dapat menjadi pendorong atau alasan seseorang atau kelompok melakukan tindakan ekonomi pada berbagai kegiatan ekonomi. Selain memperoleh keuntungan, seseorang juga ingin lebih dari orang di sekelilingnya. Contohnya, klub sepak bola. Selain mendapat gelar juara, para pemain di klub yang juara pun akan mendapat penghargaan dari masyarakat. Kamu akan banyak menjumpai berbagai tindakan ekonomi seseorang atau sekelompok orang pada berbagai kegiatan di sekitar tempat tinggalmu yang didorong oleh motif memperoleh penghargaan dari masyarakat.
d.Motif Membantu Sesama Manusia
Perhatikan kembali ilustrasi pada awal bab ini. Dalam ilustrasi tersebut, orang muda itu melakukan tindakan ekonomi untuk membantu para pemuda di kampungnya. Sering kali kita jumpai tindakan ekonomi seseorang atau kelompok didasarkan pada alasan atau keinginan atau motif membantu sesasama manusia. Mereka mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya untuk membuat atau menyampaikan suatu barang atau jasa yang didorong oleh keinginan atau motif membantu sesama manusia.
e.Motif Memperoleh Kedudukan
Ada orang yang berambisi memperoleh kedudukan. Contoh: Bapak Karyo memodali perbaikan jalan yang rusak di kampungnya, menyelenggarakan pengobatan gratis kepada masyarakat di kampungnya. Dia berharap dalam pemilihan kepala desa nanti, dia mendapat dukungan dari masyarakat itu.
f.Motif Menjamin Masa Depan
Pernahkah kamu menabung? Untuk apa kamu menabung? Menabung ialah salah satu bentuk tindakan ekonomi yang bertujuan menyimpan uang untuk keperluan di masa mendatang. Setiap orang pasti ingin memiliki masa depan yang lebih baik. Untuk itu, mereka akan bekerja semaksimal mungkin untuk mengumpulkan uang. Uang yang mereka peroleh tidak dihabiskan saat itu juga. Apakah semua kegiatan manusia merupakan tindakan dengan motif ekonomi? Jika kamu pergi bermain dengan temanmu, apakah itu merupakan kegiatan bermotif ekonomi? Jika kamu pergi ke rumah saudaramu pada hari raya, apakah itu tindakan ekonomi? Tentu saja tidak, bukan? Kegiatan yang dilakukan karena alasan kebiasaan atau adat-istiadat tidak dapat disebut motif ekonomi. Motif dalam kegiatan di luar kegiatan ekonomi seperti ini disebut motif nonekonomi.
Manusia pasti memiliki motif untuk melakukan setiap kegiatannya. Setiap kegiatan itu dapat bermotif ekonomi, nonekonomi, atau bahkan kedua-duanya. Dalam kegiatan yang bermotif keduanya, di satu sisi pelaku ekonomi itu ingin keuntungan, di sisi lain dia juga punya motif nonekonomi. Misalnya, membantu orang tua di rumah. Di satu sisi, membantu orang tua adalah kewajiban setiap anak. Ini adalah motif nonekonomi. Di sisi lain, dengan membantu orang tua, si anak ingin memperoleh uang jajan.
3.Prinsip Ekonomi
Misalnya kamu diberikan uang secukupnya oleh orang tuamu untuk satu minggu sekaligus. Uang itu untuk ongkos, jajan, beli alat tulis, menabung, dan lain-lain. Kamu akan berusaha menggunakan uang itu dengan efisien sehingga cukup untuk satu minggu. Jika tidak demikian, uangmu dapat saja habis di hari ke-4. Pada hari ke-5 dan 6, kamu sudah tidak punya uang. Jika kamu berhasil menggunakan uang itu selama seminggu untuk memenuhi semua kebutuhanmu bahkan masih ada sisa untuk ditabung, kamu telah menerapkan prinsip ekonomi. Dengan uang yang sedikit, kamu mendapatkan banyak hal. Di samping memiliki motif ekonomi, pemilihan, penggunaan, atau pengalokasian sumber daya dalam memenuhi kebutuhan manusia juga memiliki prinsip ekonomi.
Prinsip ekonomi adalah usaha atau pertimbangan yang disertai pengorbanan sekecil-kecilnya untuk mencapai hasil tertentu. Atau sebaliknya, usaha atau pertimbangan yang disertai pengorbanan tertentu untuk mencapai hasil yang sebesarbesarnya. Dua hal penting yang harus diperhatikan dalam prinsip ekonomi ialah diketahuinya nilai pengorbanan yang diberikan dan hasil yang akan dicapai. Prinsip ekonomi ini menjadi landasan bertindak dalam mengambil keputusan penggunaan atau pengalokasian sumber daya agar dicapai hasil yang optimal. Intinya penggunaan atau pengalokasian sumber daya itu harus efisien. Dengan kata lain, efiensi itu pada dasarnya merupakan inti dari prinsip ekonomi.
Jumlah sumber daya terbatas, sedangkan jumlah kebutuhan manusia tidak terbatas. Artinya, kita harus dapat memilih dan menggunakan atau mengalokasikan sumber daya yang terbatas itu secara efisien. Dengan sumber daya tertentu, kita berusaha memperoleh hasil yang maksimal atau sebesar-besarnya. Sebaliknya, hasil tertentu berusaha dicapai dengan sumber daya yang minimal atau sekecil-kecilnya. Dengan melakukan prinsip ekonomi, setiap orang akan berpikir dan bertindak secara ekonomis. Dalam hal ini, prinsip ekonomi menghendaki penggunaan atau pengalokasian sumber daya secara efisien. Contoh: Untuk mencapai hasil tertentu, seorang produsen mebel berusaha memilih dan menggunakan bahan baku, tenaga kerja, dan sumber daya lainnya sekecil-kecilnya atau seminimal mungkin. Dengan semua modal yang seminimal mungkin itu, produsen mebel ini berusaha mencapai keuntungan tertentu. Tindakan produsen mebel ini sesuai dengan prinsip ekonomi yang menyatakan bahwa hasil tertentu berusaha dicapai dengan sumber daya sekecil-kecilnya atau minimal. Dari contoh-contoh di atas, dapat dilihat bahwa jika suatu kebutuhan dapat dipenuhi dengan berbagai cara, orang akan memilih cara yang paling sedikit pengorbanannya. Itulah sebabnya timbul tawar-menarar. Tawar-menawar antara penjual dan pembeli merupakan salah satu bentuk penerapan prinsip ekonomi yang sering kamu temukan sehari-hari. Masih ingat skala prioritas? Dengan menerapkan skala prioritas, kita juga telah menerapkan prinsip ekonomi.
Manfaat pengetahuan prinsip ekonomi dapat ditinjau dari tiga kepentingan, yaitu dari sudut pandang pembeli, penjual, dan produsen.
1)Prinsip ekonomi bagi pembeli: dengan uang yang dia miliki, dia dapat mencapai tingkat kepuasan yang maksimal karena tepat dalam memilih tempat dan barang yang dibutuhkannya.
2)Prinsip ekonomi bagi penjual: membeli barang dengan mutu terbaik dengan harga yang serendah-rendahnya untuk dijual kembali dengan harga tinggi yang rasional melalui pelayanan sebaik-baiknya. Menjual barang yang bermutu dengan harga tinggi tapi rasional adalah prinsip ekonomi seorang penjual.
3)Prinsip ekonomi bagi produsen: memproduksi barang berkualitas baik yang laris di pasaran dengan biaya sekecil mungkin dan menjualnya sebanyak mungkin dengan harga yang paling menguntungkan.

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA

A.Pengertian Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu”(Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.
Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup (living organism). Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala seorang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh kaena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu tergantikan. Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber dari lingkungan. Oleh karena itu lingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap manusia itu sendiri, hal ini dapat dilihat pada gambar siklus hubungan manusia dengan lingkungan sebagai berikut:


Siklus Hubungan Manusia
Gambar di atas menggambarkan bahwa lingkungan dan manusia atau manusia dan lingkungan merupakan hal yang tak terpisahkan sebagai ekosistem, yang dapat dibedakan mejadi:
- Lingkungan alam yang befungsi sebagai sumber daya alam
- Lingkungan manusia yang berfungsi sebagai sumber daya manusia
- Lingkungan buatan yang berfungsi sebagai sumber daya buatan

B. Pengertian Budaya

Kata budaya merupakan bentuk majemuk kata budi-daya yang berarti cipta, karsa, dan rasa. Sebenarnya kata budaya hanya dipakai sebagai singkatan kata kebudayaan, yang berasal dari Bahasa Sangsekerta budhayah yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Budaya atau kebudayaan dalam Bahasa Belanda di istilahkan dengan kata culturur. Dalam bahasa Inggris culture. Sedangkan dalam bahasa Latin dari kata colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah (bertani). Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.

Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa manusia sebagai makhluk yang paling sempurna bila dibanding dengan makhluk lainnya, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk mengelola bumi. Karena manusia diciptakan untuk menjadi khalifah, sebagaimana dijelaskan pada surat Al-Baqarah: 30
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”

Oleh karena itu manusia harus menguasai segala sesuatu yang berhubungan dengan kekhalifahannya disamping tanggung jawab dan etika moral harus dimiliki. Masalah moral adalah yang terpenting, karena sebagaimana Syauqi Bey katakan:
إنّما الأمم الأخلاق مابقيت فإنهمو ذهبت أخلاقهم ذهبوا
Artinya: “Kekalnya suatu bangsa ialah selama akhlaknya kekal, jika akhlaknya sudah lenyap, musnah pulalah bangsa itu”.

Akhlak dalam syair di atas menjadi penyebab punahnya suatu bangsa, dikarenakan jika akhlak suatu bangsa sudah terabaikan, maka peradaban dan budaya bangsa tersebut akan hancur dengan sendirinya. Oleh karena itu untuk menjadi manusia yang berbudaya, harus memiliki ilmu pengetahuan, tekhnologi, budaya dan industrialisasi serta akhlak yang tinggi (tata nilai budaya) sebagai suatu kesinambungan yang saling bersinergi, sebagaimana dilukiskan dalam bagan berikut:

Hommes mengemukakan bahwa, informasi IPTEK yang bersumber dari sesuatu masyarakat lain tak dapat lepas dari landasan budaya masyarakat yang membentuk informasi tersebut. Karenanya di tiap informasi IPTEK selalu terkandung isyarat-isyarat budaya masyarakat asalnya. Selanjutnya dikemukakan juga bahwa, karena perbedaan-perbedaan tata nilai budaya dari masyarakat pengguna dan masyarakat asal teknologinya, isyarat-isyarat tersebut dapat diartikan lain oleh masyarakat penerimanya.
Disinilah peran manusia sebagai makhluk yang diberi kelebihan dalam segala hal, untuk dapat memanfaatkan segala fasilitas yang disediakan oleh Allah SWT melalui alam ini. Sehingga dengan alam tersebut manusia dapat membentuk suatu kebudayaan yang bermartabat dan bernilai tinggi. Namun perlu digarisbawahi bahwa setiap kebudayaan akan bernilai tatkala manusia sebagai masyarakat mampu melaksanakan norma-norma yang ada sesuai dengan tata aturan agama.

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK POLITIK

MANUSIA adalah zoon politicon, kata Plato dalam bukunya Republica. Sebagai bagian dari zoon politicon, manusia secara individual merupakan elemen terkecil dari sebuah negara. Kumpulan individu-individu yang menempati daerah tertentu membentuk kesatuan masyarakat. Himpunan masyarakat yang menempati daerah atau wilayah yang lebih luas membentuk sebuah negara. Sebagai makhluk politik, eksistensi manusia tidak terpisahkan dengan konsepsi negara.
Bagi Plato, kumpulan individu yang membentuk masyarakat dan akhirnya memunculkan entitas negara adalah tujuan sempurna zoon politicon sehingga mencapai kebaikan bersama. Politik, dalam arti kata kesalinghubungan (interrelation) antarmanusia merupakan salah satu dimensi terpenting dari manusia.
Politik dalam pengertian yang ideal berusaha memanifestasikan nilai-nilai luhur yang ada dalam masyarakat. Pandangan ideal ini secara logika berangkat dari logika berpikir sederhana dengan dikotomi hitam-putih; benar-salah. Aktivis politik yang berusaha mencapai impian menciptakan tatanan masyarakat yang baik akan menempuh jalan atau cara yang menurut kategorinya baik. Namun dalam riil politik, logika berpikir demikian sungguh kenyataan yang sukar untuk diterapkan. Ini disebabkan realitas yang terjadi di masyarakat yang sangat kompleks. Selain kita yang punya paramater tertentu tentang kebaikan, pihak lain juga memiliki hal yang sama. Alih-alih parameter itu sama, malah yang sering ada adalah perbedaan. Perbedaan ini dalam kapasitas yang lebih jauh akan sangat berpengaruh pada pola kepentingan yang berkembang. Keanekaragaman kepentingan pada tahap tertentu menimbulkan konflik nyata yang tidak terhindarkan. Kepentingan yang menimbulkan konflik menjadi dasar tindakan yang kadangkala membenarkan segala cara.
Dalam perjuangan kepentingan inilah kekuasaan dikejar. Perjuangan yang kadang dijalankan dengan cara-cara tidak terpuji dan dilakukan hampir oleh sebagian besar politisi menimbulkan steotip bahwa politik itu kotor, keji, culas dan amoral. Politik secara simplistik dipahami dengan kekuasaan. Dalam pemahaman ini kekuasaan merupakan konsep yang selalu menjadi acuan untuk memahami arti politik. Orang melihat bahwa politik merupakan cara meraih dan mempertahankan kekuasaan. Pada realitasnya kekuasaan adalah hanya salah satu aspek nilai yang terdapat dalam politik. Dalam politik sendiri terdapat nilai-nilai lain, antara lain, kekayaan, pendidikan, kesehatan, keahlian, penghormatan, penghargaan, afeksi, dan kebajikan. Dengan melihat sisi lain nilai intrinsik yang terdapat dalam politik inilah etika, fatsun dan moralitas politik perlu ditegakkan. Sebagai bukti di lingkungan sekitar kita ialah manusia melakukan berbagai kegiatan politik baik bergabung dengan parpol, kampanye pemilihan BEM, Ketua Kelas dan lain-lainnya. Setiap aksi untuk mendapatkan suatu jabatan merupakan kegiatan politik.

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK HUKUM

Manusia merupakan makhluk yang berinteraksi satu sama lain dan memerlukan sebuah aturan khusus yang dapat menjaga kepentingan antar individu agar tidak saling merugikan. Pembuatan hukum yang menjadi konsensus dari sebuah komunitas maupun di ruang lingkup manusia sebagai warga negara dan warga dunia serta pemberian sanksi bagi pelanggarnya menjadi sebuah kebutuhan agar manusia dapat hidup dengan nyaman dan tidak saling merugikan
Contohnya : Manusia dalam hal bertetangga memiliki kegemaran masing-masing. Mendengarkan musik merupakan hak tiap manusia, namun ketika musik tersebut dibunyikan dengan kencang maka hak mendengarkan musik tersebut telah melanggar hak orang lain untuk tidak diganggu dengan suara musik yang kencang. Maka dibuatlah norma hukum mengenai tata aturan dalam hidup dalam sebuah lingkungan. Dalam hal yang lebih resmi, aturan dibuat dalam UU atau peraturan tertulis lainnya dengan sanksi yang lebih jelas.

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK PSIKOLOGI

Manusia sebagai makhluk psikologi adalah makhluk yang bias berfikir, berperasaan, dan berkehendak. Setiap prilakunya dipengaruhi oleh pikiran dan perasaannya. Contohnya: saat ini banyak penyiksaan TKW yang dilakukan oleh majikannya, yang menjadi perhatiannya bukan hanya bukti dari perbuatannya saja tetapi yang kita perhatikan juga apa yang melatarbelakangi penyiksaan tersebut. Prilaku itu di sebut psikologi.
Manusia sebagai makhluk psikologis memiliki sifat bawaan universal. Dalam Al-Qur’an manusia disebut sebagai basyar dan sebagai insan. Basyar lebih menunjukkan sifat lahiriyah, sedangkan nama insan menunjukkan manusia sebagai makhluk psikologi.

DAFTAR PUSTAKA

1)www.google.com
2)http://apadefinisinya.blogspot.com/2009/01/manusia-sebagai-makhluk-individu-dan.html
3)http://ridwan202.wordpress.com/2008/10/16/manusia-sebagai-makhluk-budaya/